KERAJAAN ISLAM CIREBON
a.
Sejarah
Letak Kerajaan Cirebon Semula Cirebon termasuk dalam daerah
kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran, bahkan menjadi salah satu kota pelabuhan
kerajaan tersebut.
Awal Mula Berdirinya
Kerajaan Cirebon Pada tahun 1302
cirebon mempunyai 3 daerah otonom di bawah kekuasaan kerajaan Pajajaran yang
masing-masing di kuasai oleh seorang Mangkubumi . 3 daerah otonom itu adalah Singapura
atau Mertasinga yang dikepalai oleh Mangkubumi Singapura. Daerah Pesambangan
yang dikepalai oleh Ki Ageng Jumajan Jati.
Dan Daerah Japura yang dikepalai
oleh Ki Ageng Japura. Ketiga daerah otonom tersebut masing-masing mengirimkan
upeti setiap tahunnya kepada kerajaan Pajajaran (. Semula Cirebon termasuk
dalam daerah kekuasaan kerajaan Sunda Pajajaran, bahkan menjadi salah satu kota
pelabuhan kerajaan tersebut. Sekitar tahun 1513 cirebon ini tidak lagi dibawah
kekuasaan Kerajaan Pajajaran, namun sudah di beritakan masuk ke dalam daerah
jawa di bawah kekuasaan Kerajaan Demak. Saat itu Cirebon di kuasai oleh Lebe
Usa Syarif Hidayatullah atau yang sering di kenal dengan Sunan Gunung Jati
telah datang di Cirebon pada tahun 1470. Syarif Hidayatullah datang untuk
mengajarka agama Islam. Syarif Hidayatullah mengajarkan agama Islam di Gunung Sembung.
Syarif Hidayatullah adalah putra dari wanita asal Galuh, Caruban. Wanita
tersebut adalah NhayLara Santang yaitu adik dari Pangeran Cakrabuana pemimpin
Cirebon. Syarih Hidayatullah Mengajarkan agama islam ditemanni dengan uaknya
Haji Abdullah Iman dan pangeran Cakrabumi atau pangeran Cakrabuana. Haji
Abdullah Iman dan Pangeran Cakrabuana sudah lebih dahulu berada atau tinggal di
Cirebon. Syarif Hidayatullah menikah dengan Pakung Wati. Pakung Wati adalah
putri dari Uaknya. Syarif Hidayatullah menggantikan mertuanya sebagai penguasa
Cirebon pada tahun 1479. Setelah menikah dan menjadi penguasa Cirebon, Syarif
Hidayatullah membangun atau mendirikan sebuah kraton. Karaton itu diberi nama
Kraton Pakung Wati. Kraton Pakung Wati terletak disebalah timur Kraton Sultan
Kesepuluhan sekarang ini. Syarif Hidayatullah ini terkenak dengan Gelar
Gusuhunan Jati atau sering dikenal dengan Sunan Gunungjati. Syarif Hidayatullah
menjadi saleh seorang dari Wali Sanga. Syarif Hidayatullah mendapat Julukan
Pandita Ratu sejak ia berfungsi sebagai penyebar Agama Islam di tanah Sunda dan
Sebagai Kepala Pemerintahan. Semenjak Syarif Hidayatullah menjadi penguasa di
Cirebon, Cirebon menghentikan upeti ke pusat Kerajaan Pajajaran di pangkuan.
Sejak saat itulah Cirebon menjadi Kerajaan yang dikepalai oleh Syarif
Hidayatullah.
b.
Nama-nama
raja/silsilah raja
SILSILAH PARA
SULTAN KANOMAN
1. Sunan Gunung Jati Syech Hidayahtullah
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin
3. Panembahan Sedang Kemuning
4. Panembahan Ratu Cirebon
5. Panembahan Mande Gayem
6. Panembahan Girilaya
7. Para Sultan :
1. Sultan Kanoman I (Sultan Badridin)
2. Sultan Kanoman II ( Sultan Muhamamad Chadirudin)
3. Sultan Kanoman III (Sultan Muhamamad Alimudin)
4. Sultan Kanoman IV (Sultan Muhamamad Chadirudin)
5. Sultan Kanoman V (Sultan Muhamamad Imammudin)
6. Sultan Kanoman VI (Sultan Muhamamad Kamaroedin I)
7. Sultan Kanoman VII (Sultan Muhamamad Kamaroedin )
8. Sultan Kanoman VIII (Sultan Muhamamad Dulkarnaen)
9. Sultan Kanoman IX (Sultan Muhamamad Nurbuat)
10. Sultan Kanoman X (Sultan Muhamamad Nurus)
11. Sultan Kanoman XI (Sultan Muhamamad Jalalludin)
SILSILAH SULTAN KASEPUHAN CIREBON
1. Pangeran Pasarean
2. Pangeran Dipati Carbon
3. Panembahan Ratu
4. Pangeran Dipati Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Raja Syamsudin
7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin
8. Sultan Sepuh Raja Jaenudin
9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin
10. Sultan Sepuh Safidin Matangaji
11. Sultan Sepuh Hasanudin
12. Sultan Sepuh I
13. Sultan Sepuh Raja Samsudin I
14. Sultan Sepuh Raja Samsudin II
15. Sultan Sepuh Raja Ningrat
16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda
17. Sultan Sepuh Raja Rajaningrat
18. Sultan Pangeran Raja Adipati H. Maulana Pakuningrat, SH19. Sultan Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat
2. Pangeran Dipati Carbon
3. Panembahan Ratu
4. Pangeran Dipati Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Raja Syamsudin
7. Sultan Raja Tajularipin Jamaludin
8. Sultan Sepuh Raja Jaenudin
9. Sultan Sepuh Raja Suna Moh Jaenudin
10. Sultan Sepuh Safidin Matangaji
11. Sultan Sepuh Hasanudin
12. Sultan Sepuh I
13. Sultan Sepuh Raja Samsudin I
14. Sultan Sepuh Raja Samsudin II
15. Sultan Sepuh Raja Ningrat
16. Sultan Sepuh Jamaludin Aluda
17. Sultan Sepuh Raja Rajaningrat
18. Sultan Pangeran Raja Adipati H. Maulana Pakuningrat, SH19. Sultan Pangeran Raja Adipati Arif Natadiningrat
SILSILAH SULTAN KERATON KECERIBONAN
1. Pangeran Pasarean
2. Pangeran Dipati Carbon
3. Panembahan Ratu Pangeran Dipati Anom Carbon
4. Pangeran Dipati Anom Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Moh Badridini Kanoman
7. Sultan Anom Raja Mandurareja Kanoman
8. Sultan Anom Alimudin
9. Sultan Anom Moh Kaerudin
10. Sultan Carbon Kaeribonan
11. Pangeran Raja Madenda
12. Pangeran Raja Denda Wijaya
13. Pangeran Raharja Madenda
14. Pangeran Raja Madenda
15. Pangeran Sidek Arjaningrat
16. Pangeran Harkat Nata Diningrat
17. Pangeran Moh Mulyono Ami Natadiningrat
18. KGPH Abdulgani Nata Diningrat Dekarangga
2. Pangeran Dipati Carbon
3. Panembahan Ratu Pangeran Dipati Anom Carbon
4. Pangeran Dipati Anom Carbon
5. Panembahan Girilaya
6. Sultan Moh Badridini Kanoman
7. Sultan Anom Raja Mandurareja Kanoman
8. Sultan Anom Alimudin
9. Sultan Anom Moh Kaerudin
10. Sultan Carbon Kaeribonan
11. Pangeran Raja Madenda
12. Pangeran Raja Denda Wijaya
13. Pangeran Raharja Madenda
14. Pangeran Raja Madenda
15. Pangeran Sidek Arjaningrat
16. Pangeran Harkat Nata Diningrat
17. Pangeran Moh Mulyono Ami Natadiningrat
18. KGPH Abdulgani Nata Diningrat Dekarangga
SILSILAH PANEMBAHAN CIREBON
1. Sunan Gunung Jati Syech Hidayatullah
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin
3. Panembahan Sedang Kemuning
4. Panembahan Ratu Cirebon
5. Panembahan Mande Gayem
6. Panembahan Girilaya
7. Pangeran Wangsakerta (Panembahan Cirebon I)
8. Panembahan Cirebon II (Syech Moch. Abdullah)
9. Panembahan Cirebon III (Syech Moch. Abdullah II)
10. Panembahan Syech Kalibata
11. Panembahan Syech Moch. Abdurrohman
12. Panembahan Syech Moch. Yusuf
13. Panembahan Moch. Abdullah
14. Panembahan Jaga Raksa
15. K.H Moch. Syafe’i
16. K.H Moch. Muskawi
17. H. Moch. Parma
18. H. Salimmudin
19. Hj. Siti Ruqoyah
2. Panembahan Pasarean Muhammad Tajul Arifin
3. Panembahan Sedang Kemuning
4. Panembahan Ratu Cirebon
5. Panembahan Mande Gayem
6. Panembahan Girilaya
7. Pangeran Wangsakerta (Panembahan Cirebon I)
8. Panembahan Cirebon II (Syech Moch. Abdullah)
9. Panembahan Cirebon III (Syech Moch. Abdullah II)
10. Panembahan Syech Kalibata
11. Panembahan Syech Moch. Abdurrohman
12. Panembahan Syech Moch. Yusuf
13. Panembahan Moch. Abdullah
14. Panembahan Jaga Raksa
15. K.H Moch. Syafe’i
16. K.H Moch. Muskawi
17. H. Moch. Parma
18. H. Salimmudin
19. Hj. Siti Ruqoyah
c. Masa kejayaan
Kerajaan Cirebon berada pada
puncak kejayaan ketika dipimpin oleh Syarif Hidayatullah. Syarif Hidayatullah
putra wanita asal Galuh-Caruban yaitu Nhay Lara Santang adik dari Pangeran
Cakrabuwana pemimpin Caruban yang menikah dengan Mauana Sultan Muhammad. Ketika
Syarif Hidayat berusia duapuluh tahun, ia pergi ke Makkah berguru kepada Syeh
Tajamudin Al ubri, di sini ia tinggal selama dua tahun, setelah tamat dari Syeh
Tajamudin kemudian Syarif Hidayat, meneruskan pelajaran kepada Syeh Ataillah
Syazalli, masih di Mekkah juga selama dua tahun. Ketika Cirebon mengalami
kejayaan pada masa Syarif Hidayatullah sudah tidak diragukan lagi, karena
pengalaman ilmu yang didapat sangat luar biasa. Itu dapat kita lihat dari
beliau mempunyai dua guru besar yang ada di Mekkah. Syarif hidayatullah juga
pernah belajar Tasawuf di Bagdad. Beliau di Bagdad beliau belajar tasawuf selam
dua tahun. Kemudian beliau kembali ke negerinya yaitu Oqnah Yutra. Kemudain
beliau memutuskan untuk pergi ke Jawa karena beliau ingin menjadi mubaligh di
Jawa. Dalam perjalanannya ke pulau Jawa Syarif Hidayatullah sempat singgah di
Gujarat. Setelah dari Gujarat, Srarif Hidayat singgal dan tinngal pula di
Samudera Pasai, sebuah tempat di Aceh yang pada masa itu sudah merupakan
Kerajaan Islam yang cukup besar karena sudah berdiri sejak 1296. Kemudian
Syarif Hidayatullah melanjutkan perjalannanya ke Banten, kemudian ke Ampel..
Setelah dari Ampel, kemudian beliau menuju Cirebon untuk menyiarkan agama Islam
atas perintah dari para wali. Disisi lain Syarif Hidayatullah merupakan
keponakan dari Pangeran Cakrabuwana pemimpin Caruban. mendirikan pesantren di
Cirebon menjadi hal yang mudah bagi Syarif Hidayatullah. Diperkirakan pada
suatu waktu ada beberapa orang dari Banten yang sengaja datang ke Pasambangan
menemui Syeh Jati (yang sudah dikenal di Banten karena pernah tinggal di sini
beberapa waktu lamanya setibanya dari Samudera Pasai), dan mengajukan
permohonan kepada Syeh jati untuk memberikan pelajaran Agama Islam di Banten .
Ketika berada di Banten, Syarif Hidayatullah diminta untuk segera kembali ke
Cirebon oleh Pangeran Cakrabuwana. Karena kehadiran dan tenaganya sangat
dibutuhkan di Cirebon. Ternyata Pangeran Cakranuwana sudah lama mempunyai
rencana dan ingin cepat merealisasikan rencananya itu untuk menobatkan Syarif
Hidayatullah sebagai penguasa di nagari Caruban menggantikan dirinya . Penobatan
Syarif Hidayatullah menjadi Tumenggung di Cirebon merupakan era baru bagi
Cirebon. Beliaulah yang mengganti nama Cirebon yang dulunya adalah Caruban, dan
diganti dengan Cerbon dan terus berkembang menjadi Cirebon. Masa kejayaan
kerajaan Cirebon di awali dari perkembangan Islam. Pada masa Syarif
hidayatullah Islam berkembang dengan pesat. Sudah tidak kaget lagi ketika Islam
mengalami perkembangan yang pesat. Memang tujuan utama Syarif Hidayatullah ke
pulau Jawa adalah menjadi mubaligh untuk menyiarkan Islam. Disisi lain gaya
komunikasi yang digunakan sehingga dapat membius pribumi Cirebon untuk masuk
Islam. Silsilah dari Syarif Hidayatullah juga yang dapat dengan mudah menjadi
keyakinan pribumi beliau, yaitu cucu dari Prabu Siliwangi. Kejayaan kerajaan
Cirebon tidak lepas dari campur tangan Pangeran Cakrabuwana. Menurut perkiraan
beberapa waktu sebelum penobatan, syarif Hidayatullah dengan Pangeran
Cakrabuwana telah membicarakan tentang berbagai konsep pembangunan negara serta
beberapa rencana operasional. Pada masa itu terjadi penyebaran Islam ke Banten
(sekitar 1525-1526) dengan penempatan putra Syarif Hidayatullah , yaitu Maulana
Hasanuddin, setelah meruntuhkan pemerintahan Pucuk Unum, penguasa kadipaten
dari kerajaan Sunda Pajajaran yang berkedudukan di Banten Girang. Setelah
Islam, pusat pemerintahan Maulana Hasanuddin terletak di Surowan dekat muara
Cibanten .Sudah jelas bahwa Syarif Hidayatullah memperluas wilayah dengan
penyerangan daerah-daerah kecil untuk menyabarkan Islam. Ini penting untuk
dilakukan supaya Islam dapat tersebar dengan cepat. Upaya ini juga untuk
mendapatkan pengaruh yang kuat dari wilayah-wilayah lain di Jawa bagian barat.
Pada suatu ketika Syarif Hidayatullah pergi ke Demak untuk membantu membangun
masjid Demak. Syarif Hidayatullah menyumbang tiang masjid yang sekarang dikenal
dengan Saka Guru. Ketika merujuk dari sumbangsi Syarif Hidayatullah dalam
pembangunan masjid Demak, ini merupakan salah satu strategi dari Syarif
Hidayatullah dalam melakukan hubungan abatar kerajaan. Karena pada waktu itu di
Demak juga berdiri kerajaan yang besar dibawah pimpinan Raaden Patah. Hubungan
ini dilakukan supaya eksistensi dari Cirebon dapat terjaga. Ketika berada di
Demak dan juga para wali berkumpul, mungkin Syarif Hidayatullah menyempatkan
untuk membahas maslah-masalah kerajaan-kerajaan yang masih belum terdapat agama
Islam. Setibanya di Cirebon, Syarif Hidayatullah mengadakan rapat yang
menghasilkan kebijakan politik, sikap politik kerajaan Cirebon terhadap
kerajaan Pajajaran yaitu tidak bersedia lagi mengirim upeti (bulubhekti) kepada
Pajajaran yang disalurkan melalui Adipati Galuh. Tindakan ini awalnya mendapat
respon keras dari Prabu Siliwangi, akan tetapi kemudian Prabu Siliwangi
seakan-akan membiarkan keputusan yang diambil oleh Syarif Hidayatullah. Karena
Prabu Siliwangi menghindari perang saudara. Mungkin juga dikarenakan hubungan
antara Cirebon dengan Demak yang semakin erat. Sehingga Prabu Siliwangi tidak
dapat mengambil sikap keras. Sejak Syarif Hidayatullah bandar Cirebon makin
ramai baik untuk berhubungan laut antar Persi-Mesir dan Arab, Cina, Campa dan
lainnya . kepemimpina Syrif Hidayatullah yang juga seorang wali berhasil
mempercepat perkembangan Cirebon sebagai syiar Islam dan juga perdagangan. Sunan
Gunung Jati wafat pada tahun 1568 dan dimakamkan di Bukit Sembung yang juga
dikenal dengan makam Gunung Jati. Kemudian digantikan oleh Panembahan Ratu
putra Pangeran Suwarga.
d. Peristiwa
penting
Perpecahan Kesultanan Cirebon
Dengan kematian Panembahan Girilaya, maka terjadi kekosongan penguasa.
Pangeran Wangsakerta yg bertanggung jawab atas pemerintahan di Cirebon selama
ayahnya tak berada di tempat,khawatir atas nasib kedua kakaknya. Kemudian ia
pergi ke Banten untuk meminta bantuan Sultan Ageng Tirtayasa [anak dari
Pangeran Abu Maali yg tewas dlm Perang Pagarage], beliau mengiyakan permohonan
tersebut karena melihat peluang untuk memperbaiki hubungan diplomatic
Banten-Cirebon. Dengan bantuan Pemberontak Trunojoyo yg disupport oleh Sultan
Ageng Tirtayasa,kedua Pangeran tersebut berhasil diselamatkan. Namun rupanya,
Sultan Ageng Tirtayasa melihat ada keuntungan lain dari bantuannya pada
kerabatnya di Cirebon itu, maka ia mengangkat kedua Pangeran yg ia selamatkan
sebagai Sultan,Pangeran Mertawijaya sebagai Sultan Kasepuhan & Pangeran
Kertawijaya sebagai Sultan Kanoman,sedangkan Pangeran Wangsakerta yg telah
bekerja keras selama 10 tahun lebih hanya diberi jabatan kecil, taktik pecah
belah ini dilakukan untuk mencegah agar Cirebon tak beraliansi lagi dengan
Mataram.
Perpecahan I Kesultanan Cirebon [1677]
Pembagian pertama terhadap Kesultanan Cirebon, dengan demikian terjadi
pada masa penobatan tiga orang putra Panembahan Girilaya, yaitu Sultan Sepuh,
Sultan Anom, & Panembahan Cirebon pada tahun 1677. Ini merupaken babak baru
bagi keraton Cirebon, dimana kesultanan terpecah menjadi tiga &
masing-masing berkuasa & menurunkan para sultan berikutnya.
Dengan demikian, para penguasa Kesultanan Cirebon berikutnya adalah:
1.
Sultan Keraton Kasepuhan, Pangeran Martawijaya, dengan
gelar Sultan Sepuh Abil Makarimi Muhammad Samsudin [1677-1703]
2.
Sultan Kanoman, Pangeran Kartawijaya, dengan gelar
Sultan Anom Abil Makarimi Muhammad Badrudin [1677-1723]
3.
Pangeran Wangsakerta, sebagai Panembahan Cirebon dengan
gelar Pangeran Abdul Kamil Muhammad Nasarudin atau Panembahan Tohpati
[1677-1713].
Perubahan gelar dari Panembahan menjadi Sultan bagi dua putra tertua
Pangeran Girilaya ini dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa, karena keduanya
dilantik menjadi Sultan Cirebon di ibukota Banten. Sebagai sultan, mereka
mempunyai wilayah kekuasaan penuh, rakyat, & keraton masing-masing.
Pangeran Wangsakerta tak diangkat menjadi sultan melainkan hanya Panembahan. Ia
tak memiliki wilayah kekuasaan atau keraton sendiri, akan tetapi berdiri
sebagai kaprabonan [paguron], yaitu tempat belajar para intelektual keraton.
Dalam tradisi kesultanan di Cirebon, suksesi kekuasaan sejak tahun 1677
berlangsung sesuai dengan tradisi keraton, di mana seorang sultan akan
menurunkan takhtanya kepada anak laki-laki tertua dari permaisurinya. Jika tak
ada, akan dicari cucu atau cicitnya. Jika terpaksa, maka orang lain yg bisa
memangku jabatan itu sebagai pejabat sementara.
Perpecahan II Kesultanan Cirebon [1807]
Suksesi para sultan selanjutnya pada umumnya berjalan lancar, sampai
pada masa pemerintahan Sultan Anom IV [1798-1803], dimana terjadi perpecahan
karena salah seorang putranya, yaitu Pangeran Raja Kanoman, ingin memisahkan
diri membangun kesultanan sendiri dengan nama Kesultanan Kacirebonan. Kehendak
Pangeran Raja Kanoman didukung oleh pemerintah Kolonial Belanda dengan
keluarnya besluit [Bahasa Belanda: surat keputusan] Gubernur-Jendral Hindia
Belanda yg mengangkat Pangeran Raja Kanoman menjadi Sultan Carbon Kacirebonan
tahun 1807 dengan pembatasan bahwa putra & para penggantinya tak berhak
atas gelar sultan, cukup dengan gelar pangeran.
Sejak itu di Kesultanan Cirebon bertambah satu penguasa lagi, yaitu
Kesultanan Kacirebonan, pecahan dari Kesultanan Kanoman. Sementara tahta Sultan
Kanoman V jatuh pada putra Sultan Anom IV yg lain bernama Sultan Anom Abusoleh
Imamuddin [1803-1811].
Masa Kolonial Belanda di Cirebon
Sesudah kejadian tersebut, pemerintah Kolonial Belanda pun semakin dlm
ikut campur dlm mengatur Cirebon, sehingga semakin surutlah peranan dari
keraton-keraton Kesultanan Cirebon di wilayah-wilayah kekuasaannya. Puncaknya
terjadi pada tahun-tahun 1906 & 1926, dimana kekuasaan pemerintahan
Kesultanan Cirebon secara resmi dihapuskan dengan disahkannya Gemeente
Cheirebon [Kota Cirebon], yg mencakup luas 1. 100 Hektar, dengan penduduk
sekitar 20. 000 jiwa. Tahun 1942, Kota Cirebon kembali diperluas menjadi 2. 450
hektar. Pada masa kemerdekaan, wilayah Kesultanan Cirebon menjadi bagian yg tak
terpisahkan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara umum, wilayah
Kesultanan Cirebon tercakup dlm Kota Cirebon & Kabupaten Cirebon, yg secara
administratif masing-masing dipimpin oleh pejabat pemerintah Indonesia yaitu
walikota & bupati
daftar pustaka :
Sumber http://cepiar.wordpress.com
http://www.sejarahnusantara.com/kerajaan-islam/sejarah-kejayaan-kesultanan-cirebon-1445%E2%80%931677-kesultanan-pakungwati-cirebon-10026.html
http://kerajaan-cirebon.blogspot.com/2013/03/masa-kejayaaan-kerajaan-cirebon_31.html
1 komentar:
makasih ya, dah membantu banget tulisannya
Posting Komentar